A letter from December 14th, 2020

Time Travelled — almost 5 years

Peaceful right?

Dear FutureMe, Hari ini lebih dingin dari biasanya. Entah karena cuaca yang memang sudah tidak menentu atau badanku yang kelelahan karena terlalu di dorong untuk mengikuti kegiatan perkuliahan. Aku punya jus jambu di tangan kanan, semoga bisa membantu agar badanku bisa bertahan. Tapi dibandingkan badan, aku lebih mengkhawatirkan pikiranku. Disaat seperti ini, aku terlalu senang untuk meng-explore segala sudut pemikiran di otak ku. Kamu tau, sekarang aku sedang memikirkan satu hal. Mengenai bagaimana setiap orang suatu saat akan pergi dari kehidupanku. Tidak perlu membicarakan kematian, toh soal itu tidak ada yang tau. Tapi, maksudku, siapapun orang disekitarku hari ini, esok hari mungkin menemukan tempat baru untuk bercengkrama. Mengerti tidak? Kalau kamu merasakannya pasti bisa mengerti. Perasaan kurang percaya diri untuk menjaga orang-orang disekitarmu agar mereka tetap tinggal karena merasa bahwa selalu ada orang yang lebih baik dan lebih asik dibandingkan kamu. Wajar, itu hal yang wajar. Bahkan, tanpa sadar kamu juga begitu. Ketika bertemu orang baru yang membuatmu nyaman, perlahan-lahan ada jarak diantara kamu dan teman-teman lama. Bukan karena kamu tidak lagi suka bercengkrama dengan mereka, hanya saja porsi waktu bicara akan semakin berkurang, topik pembicaraan akan terkuras habis, dan lagi, dia juga menemukan orang baru yang dia anggap menyenangkan. Meskipun hal itu sangat wajar, tapi agak sedih juga, ya? Ketika merasa ditinggalkan, memangnya kita bisa apa? Kenyamanan itu kan tergantung pada individu itu sendiri, nggak bisa untuk dipaksakan. Kalau merasa terpaksa sudah pasti nggak ada perasaan nyaman, kan, didalamnya? Kamu mau tau nggak, apa yang aku pikir tentang pernikahan? Bukan sepasang manusia yang memberikan kehidupannya masing-masing untuk saling menjaga. Bagiku, pernikahan itu seperti sebuah jalan keluar dari pemikiran-pemikiran mengerikan mengenai perpisahan. Dengan sepasang cincin maka dua manusia itu terikat satu sama lain, saling menemani agar terhindar dari rasa sepi. Harusnya, sih, begitu. Harusnya. Tapi bahkan janji se-sakral itu masih bisa diputuskan. Aku tau karena aku sudah pernah melihat itu terjadi di pengadilan yang bertemakan perceraian. Jadi, mungkin aku tidak akan pernah menemukan solusi dari rasa sepi. Sepertinya kemungkinan untuk tetap berada di keramaian akan sangat sulit untuk ditemukan. Atau mungkin tidak untuk hari ini. Bagaimana dengan lima tahun ke depan? Apa kamu sudah menemukan jawabannya?

Load more comments

Sign in to FutureMe

or use your email address

Don't know your password? Sign in with an email link instead.

By signing in to FutureMe you agree to the Terms of use.

Create an account

or use your email address

You will receive a confirmation email

By signing in to FutureMe you agree to the Terms of use.

Share this FutureMe letter

Copy the link to your clipboard:

Or share directly via social media:

Why is this inappropriate?